Senin, 19 Juni 2017

~BIDANG BELAJAR ABK (AUTIS) PADA SEKOLAH DASAR LUAR BIASA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM~



Pengertian Autis
                        Autis adalah merupakan gangguan terhadap perkembangan neurobiologis   sangat kompleks/berat dalam kehidupan yang panjang, meliputi gangguan pada aspekinteraksi sosial, komunikasi dan bahasa serta gaqngguan emosi, persepsi sensori,    bahkan pada aspek motoriknya selain itu gejala autis dapat muncul pada usia sebelum 3 tahun.[1]
            Makna Belajar
                        Pengertian secara luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar        dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan             sebagian dari kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Dengan demikian         dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik       untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut      unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
                        Secara umum, belajar boleh dikatakan juga sebagai suatu proses interaksi    antara diri manusia (id/ super ego/ ego) id ialah lebih menekankan pemenuhan nafsu,           super ego ialah lebih bersifat sosial dan morah, sedangkan ego ialah akan       menjembatani antara keduanya, terutama kalau berkembang menghadapi             lingkungannya, atau dalam aktivitas belajar. Dalam hal ini terkandung suatu maksud          bahwa proses interaksi itu adalah: (a) proses internalisasi dari sesuatu kedalam diri            yang belajar. (b) dilakukan secara aktif, dengan segenap panca indera ikut berperan.[2]

            Tujuan Belajar
                        Mengenai tujuan-tujuan belajar itu sebenarnya sangat banyak dan    bervariasi.tujuan-tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan        tindakan instruksional, lazim dinamakan dengan instructional effects yang bisa         berbentuk pengetahuan dan keterlampilan. Ada tiga jenis tujuan belajar: (1) Untuk             mendapatkan pengetahuan ditandai dengan kemampuan berfikir. (2) Penanaman    konsep dan keterlampilanyang bersifat jasmani maupun rohani. (3) Pembentukan           sikap untu mengarahkan motivasi dan berfikir.[3]
Fokus kegiatan pada tahap pembelajaran

    Guru mencari metode pengajaran yang efektif dalam mengembangkan kemampuan literasi peserta didik. Untuk mendukung hal ini, guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas. Guru mengembangkan rencana pembelajaran sendiri dengan memanfaat-kan berbagai media dan bahan belajar.
    Guru melaksanakan pembelajaran dengan memaksimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana literasi untuk memfasilitasi pembelajaran. Guru menerapkan berbagai strategi membaca (membacakan buku dengan nyaring, membaca terpandu, membaca bersama) untuk meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran.[4]

Karakteristik dan Kebutuhan Pembelajaran Autis

Karakteristik anak autis dapat diamati gejala-gejala yang nampak dalam kesehariannya. Ciri-ciri yang nampak pada anak autis secara umum dapat dilihat dari tiga hal pokok, yaitu:
Perilaku, Contoh yang tampak antara lain:
·         Cuek terhadap lingkungan
·         Kelekatan yang berlebihan terhadap benda tertentu
·         Suka marah-marah yang tak terkendali
·         Suka terpukau pada benda yang bulat, bergerak, dan berputar.
Interaksi Sosial, Contoh perilaku yang tampak adalah:
·         Menghindari tatapan mata
·         Tidak mau bermain dengan teman sebaya
·         Tidak menoleh/ tidak merespons saat dipanggil namanya
·         Tidak ada rasa empati dengan lingkungan sosial
Komunikasi dan bahasa, Contoh gejala yang tampak adalah:
·         Terlambat bicara
·         Menceracau dengan bahasa yang tidak dipahami
·         Tidak memahami pembicaraan orang lain

Kebutuhan Pembelajaran Autis
              Anak autis membutuhkan pembelajaran yang bersifat kongkrit, logis, dan dapat di praktekkan secara langsung agar dapat lebih mudah dimengerti/ dipahai. Jadi kebutuhan pembelajaran pada anak autis yang paling utama adalah adanya media yang dapat dilihat, dicontoh, ditirukan serta dipraktekkan agar dapat terhindar dari verbalisme yaitu dapat mengucapkannya namun tidak dapat mengerti konsep yang diucapkannya.[5]

Identifikasi Autis

  Identifikasi anak autis dapat dilakukan dengan mengisi form cheklist for     autism in Toddlers (CHAT) sebagai berikut:
              Memberikan pertanyaan untuk orang tua seperti
1.Apakah anak anda senang di ayun-ayun, digoyang-goyang di atas lutut?
2. Apakah anak anda tertarik pada anak lain?
3. Apakah anak anda pernah menggunakan jarinya untuk menunjuk dengan                tujuan meminta sesuatu?
Selanjutnya hasil check list dapat dianalisa sebagai dasar menentukan identifikasi anak autis berada pada kategori yang tepat.[6]
  Identifikasi dimaksudkan untuk menunjukkan pemahaman awal bahwa di antara siswa ada yang memiliki kesulitan dalam belajar yang disebabkanoleh kelainan atau kecacatan. Bagi siswa yang memiliki masalah yang berat misalnya mengalami kelainan majemuk, maka sebaiknya direferal (diserahkan)  kepada pihak yang berwenang (profesional) dalam menangani masalah ini (misalnya penanganan oleh dokter ahli, psikiatri, dsb).[7]

Asesment Autis

            Asesment autis dapat dilakukan oleh orang profesional yang ahli dibidangnya seperti oleh psikiater untuk menentukan status diagnosanya, oleh psikolog anak untuk menentukan level kecerdasan dan potensi yang dimiliki serta tak kalah penting adalah guru/therapist/ orang tua yang sering berinteraksi setiap hari dengan anak dapt memberikan informasi data yang lebih akurat kepada psikiater maupun psikolog anak.
            Asesment dimaksudkan sebagai usaha untuk melakukan pengukuran tingkat kemampuan anak guna mendapatkan gambaran atas kemampuan sebagai dasar melalui intervensi yang tepat. Hasil dari asesment dapat dijadikan dasar-dasar acuan untuk membuat dan menentukan program intervensi dini. Adapun asesment anak autis yang berkaitan dengan potensidan kemampuannya meliiputi aspek sebagai berikut:


Kepatuhan
              Aspek kepatuhan dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran                       kemampuan anak dalm berinteraksi, merespons perintah, konsentrasi,                      dan kontak mata.

Kemampuan meniru gerakan
              Pada dasarnya anak berkembang karena adanya proses meniru dari              lingkungan sekitar. Tidak jarang ditemukan anak autis yang kesulitan                   atau belum memiliki kemampuanuntuk meirukan. Kemampuan meniru                         ini dapat diamati pada ada tidaknya minat/kemampuan anak dalam                               menirukan apa yang dilihatnya.

            Kemampuan meniru gerakan meliputi:
              Meniru gerakan dengan menggunakan benda, Meniru gerakan motorik                    kasar, Meniru gerakan motorik halus, Meniru gerakan orang bicara,                         Meniru mengucapkan suku kata, Meniru aneka kegiatan bermain.[8]

Prinsip-prinsip pembelajaran pendidikan agama islam pada anak autis

            Mengajarkan PAI kepada peserta didik  adalah merupakan kewajiban bagi guru, orang tua dan masyarakat sekitar. Ketiga komponen diatas harus saling mendukung dan saling bekerja sama dalam upaya mengajarkan pemahaman materi, mempraktekkan dalam perilaku dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat.
            Adapun prinsip-prinsip pembelajaran pendidikanagama islam untuk anak autis meliputi: Al Quran, Akidah, Akhlak, dan Fiqih. Anak autis harus diajarkan bagaimana caranya memiliki ilmu untuk mempelajari keempat prinsip tersebut.
            Prinsip pembelajaran Al Quran meliputi bagaimana belajar menghafalkan surat-surat dalam Al Quran surat pendek sampai sesuai kemampuannya, membaca iqro dan teknik membaca Al Quran secara benar.
            Prinsip pembelajaran Aqidah meliputi bagaimana mempelajari ilmu tentang rukun islam dan rukun iman.
            Prinsip pembelajaran akhlak meliputi bagaimana belajar mengaplikasikan ke dalam perilaku sehari-hari dan mengaplikasikannya dalam berinteraksi sosial.
                        Prinsip pembelajaran fikih meliputi bagaimana belajar ilmu tata cara bersuci            dan menjaga kebersihan, kesehatan badan.[9]
Terapi Autis melalui Pendekatan Agama Islam

            Banyak ragam dan jenis terapi yang perlu diberikanbagi anak autis. Secara umum meliputi terapi bidang medis melalui obat-obatan dengan pengawasan psikiatri atau dokter spesialis anak, terapi wicara, terapi okupasi, terapi fisio, terapi edukasi dan perilaku serta tidak kalah penting adalah terapi rukhyah dan terapi dzikir.
            Sistem proses penerimaan respons visual anak autis pada input, proses dan output adalah baik. Artinya apa yang dilihat akan diproses dan disimpulkan sebagai konsep yang sama, sering pula disebut kemampuan visual anak autis sangat bagus.
                        Sistem proses penerimaan respons auditory anak autis pada input baik, pada           proses auditory ada hambatan pada “daya serap” nya, sedangkan daya dengarnya baik        (mendengar tetapi tidak menyerap apa yang didengar) dan karena prosesnya ada      hambatan maka out put auditorynya pun juga ada hambatan. Akibatnya anak autis        memiliki konsep kosa kata yang berbeda antara visual da auditorynya. Anak autis akan lebih mengerti konsep komnikasi visual dari pada auditory.[10]
Perkembangan Koginitif
           
            Yang dimaksud dengan perkembangan kognitif adalah perkembangan anak dalam proses pembentukan konsep dan pengertian. Dalam mengkaji perkembangan kognitif tokoh yang paling terkenal adalah piaget. Pengaruh piaget terhadap pendidikan dan psikologi sangat dalam, terlebih-lebih pada masa dua dekade terakhir. Karenanya teori piaget tentang perkembangan kognitif anak berkelainan saat ini telah menjadi konsep pendidikan yang tidak dapat diabaikan.
            Piaget menegaskan prinsip dasar dari perkembangan kognitif sesungguhnya serupa dengan apa yang ada dalam perkembangan biologis. Adaptasi dan pengorganisasian lingkungan merupakan proses yang tidak terpisahkan dan merupakan mekanisme tunggal dari aspek internal yang melakukan adaptasi berdasarkan aspek eksternal. Ada empat konsep perkembangan kognitif piaget,yaitu:
Skema
  Skema ialah struktur-struktur kognitif atau mental yang diperolehi oleh individu untuk menghadapi situasi lingkungan. Skema tidak tunggal dan statis, tetapi banyak terus berubah seiring dengan perkembangan intelektual dan bertambahnya pengalaman
Asimilasi
  Asimilasi ialah proses kognitif yang dilakukan oleh individu-individu dengan mengintegrasikan atau mengorganisasikan pengalaman baru kedalam struktur kognitif atau skema yang sudah ada. Proses ini berlangsung sepanjang masa.
Akomodasi
  Ketika individu menghadapi atau mendapatkan pengalaman baru, maka ia akan mencoba mengasimilasikan ke dalam skema yang sudah ada.





Keseimbangan
            Dalam berinteraksi dengan lingkungan atau kehidupan sehari-hari individu senantiasa        berupaya untuk mewujudkan keseimbangan, yaitu keseimbangan antara asimilasi dan          akomodasi melalui proses adaptasi.[11]
Hambatan perkembangan kognitif pada anak autis

            Anak autis cenderung kesulitan dalam mengontrol masukan sensori dan konsekuensinya dapat menunjukkan hiperresponsif atau sebaliknya yaitu hiperresponsif terhadap stimuli. Mereka juga menunjukkan tidak acuh terhadap stimuli pendengaran maupun penglihatan, namun dapat bertahan ketika bermain benda-benda yang dapat diputar atau dibongkar pasang.
            Hambatan perkembangan anak autis juga dapat ditunjukkan dengan adanya pemilikan caranya berpikir yang berbeda dibandingkan dengan anak pada umunya. Tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain, sulit memahami peristiwa yang terjadi di lingkungannya, sukar mengekspresikan ide dan perasaan-perasaannya, serta dalam memahami reaksi orang lain atas perbuatannya.[12]

Klasifikasi autis ditinjau dari masa kemunculannya
              Autis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: autis klasik adalah autis yang muncul atau dibawa sejak lahir. Dan autis regresi adalah autis yang muncul sebeelum anak berusia 3 tahun menunjukkan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, tetapi sesudah itu menunjukkan perkembangan yang menurun atau mengalami kemunduran yang drastis.

Klasifikasi autis ditinjau dari kecerdasannya
                         
              IQ anak autis sama seperti anak pada umumnya menyebar pada semua kategori. Jika ditinjau dari kecerdasan intelegensinya, anak autis ada yang tergolong dalam kelompok IQ rendah/dibawah rata-rata, IQ sedang/rata-rata dan IQ tinggi/diatas rata-rata.

Klasifikasi autis ditinjau dari perilaku
              Jika ditinjau dari perilaku yang muncul pada anak autis, dapat dibedakan sesuai dengan jenis perilaku yang paling dominan, antara lain: Hyperaktif adalah anak  yang memiliki gerakan berlebihan tanpa disadari. Hypoaktif adalah anak yang berkecenderungan tidak mau bergerak dan banyak berdiam diri pada suatu tempat.
Agresif adalah anak yang berkecenderungan untuk menyerang, menyakiti orang laintanpa ia sadari.
Self Injury adalah anak yang cenderung menyakiti siri sendiri, tidak memiliki rasa sakit dan tidak mengerti bahaya.
Rigid Routines adalah anak yang cenderung mengikuti pola dan urutan tertentu dan akan merasa tidak nyaman jika ada perubahan pola.
Self Stimulation/Stimulasi diri yang terdiri dari tiga jenis yaitu: Kecenderungan untuk berperilaku berulang-ulang, Stimulasi diri menggunakan obyek, Ritual obsession.[13]

Definisi Strategi Pembelajaran ABK

              Strategi pembelajaran berkenaan dengan bagaimana penyajian materi pelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar. Suatu pembelajaran harus memenuhi kriteria: (1) daya tarik, (2) daya guna (efektivitas), (3)hasil guna (efisiensi). Agar proses pembelajaranefektif, maka perlu menggunakan strategi pembelajaran atau penyampaian materi yang efektif pula. Strategi pembelajaran dalam hal ini mencakup penggunaan metode mengajar dan media pengajaran yang dapat menunjang keberhasilan siswa atau mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan.
              Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai sistem pendekatan belajar-mengajar utama yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran tersebut, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam merencanakan dan mengorganisasikan keiatan belajar-mengajar atau pengalaman belajar (learning experience) siswa.[14]

Strategi Belajar Kolaboratif

              Definis belajar kolaboratif adalah suatu strategi pembelajaran di mana para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerja bersama dengan kelompok kecil (satuan tim) ke arah satu tujuan. Para siswa saling membantu antara satu dengan yang lain saling bergantung untuk kesuksesan.
              Pengertian belajar kolaboratif berbeda dengan belajar secara individu. Pada pembelajaran secara individu (mandiri), siswa bekerja sendiri untuk menyelesaikan tujuan belajarnya tanpa bantuan dari siswa lain. Sementara dalam situasi belajar kolaboratif ada unsur ketergantungan yang positif untuk mencapai tujuan belajar.
              Strategi belajar kolaboratif merupakan streategi pembelajaran yang menerapkan paradigma baru dalam teori-teori belajar khususnya pembelajaran konstruktivisme yang dipelopori oleh piaget dan vigotsky. Teori kognitif berkaitan terjadinya pertukaran konsep antara anggota dalam kelompok paada pembelajaran kolaboratif sehingga transformasi ilmu pengetahuan akan terjadi pada setiap anggota dalam kelompok.
              Teori motivasi teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena pembelajaaran tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar, menambah keberanian semua anggota untuk memberi pendapat, dan menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh anggota dalam kelompok.[15]

Strategi Belajar Kooperatif

              Dalam pendektan kooperatif, kelompok serupa terbentuk, tetapi setiap siswa diberikan tujuan belajar secara individualistik semuanya membuat laporan kelompok secara tertulis. Setiap siswa juga diberikan tujuan kompetitif yaitu bagaimana menampilkan perannya yang terbaik. Perbedaan mendasar anatar kondisi ini dan kontraversi-kooperatif adalah bentuk yang ditampilkan murni kerjasama, dimana yang kedua mencampurkan antara kooperatif fan kompetitif.[16]

Strategi belajar mandiri

                        Belajar mandiri memang tidak dapat dipisahkan dengan individualized instruction, karena bagaimanapun siswa pada hakekatnya akan mengalami kesulitan dalam belajar dan dengan kesulitan itu akan membutuhkan bantuan orang lain yaitu guru. Dengan adanya karakteristik siswa yang berbeda-beda satu dengan yang lain, baik karakteristik personalnya maupun karakteristik kesulitan belajar nya, maka guru harus memiliki pemahaman kebutuhan dan perkembangan siswa dan berbagai metode dan pendekatan ataupun strategi dalam menghadapi kesulitan belajar sis




[1] Halfian Lubis, 2015. Pendidikan Agama Islam Anak Berkebutuhan Khusus Untuk SDLB. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam, hlm. 133
[2] Agus Marsidi, 2007. Profesi Keguruan Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, hlm. 82-85
[3] Ibid, hlm. 87
[4] Dewi Utama Faizah, dkk, 2016. Panduan Gerakan Literasi Di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar, hlm. 43
[5] Halfian Lubis. Op. Cit., hlm. 136
[6] Ibid, hlm. 138
[7] Loc. Cit, hlm. 44
[8] Ibid, hlm. 139
[9] Ibid, hlm. 142
[10] Ibid, hlm. 144
[11] Sunardi dan Sunaryo, 2007. Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, hlm. 147-149
[12] Ibid, hlm. 161
[13] Halfian Lubis, Op. Cit., hlm. 134-135
[14] Parwoto, 2007. Strategi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, hlm. 95
[15] Ibid, hlm. 97-98
[16] Ibid, hlm. 107

Tidak ada komentar:

Posting Komentar